Nasional

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tolak Disebut Salah Kamar, Ingatkan Sejarah Perluasan Peran MK

Suarasekadau.co.id – JAKARTA Tim Hukum Ganjar-Mahfud menolak permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kubunya disebut salah kamar. Sebaliknya, merekan menganggap Mahkamah Konstitusi (MK) justru mempunyai peran mengadili itu.

Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menyinggung Pasal 24 C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam frasa itu, kata Todung, perlu dimaknai secara luas.

“Saya menolak disebut salah kamar, kalau kita baca Pasal 24 C UUD 45 kita akan mengawasi frasa yang tersebut sangat luas, bahwa Mahkamah Konstitusi itu harus menyelesaikan semua sengketa pilpres di artian seluas-luasnya. Jadi tiada semata-mata tidak ada hanya saja menyelesaikan persoalan perolehan suara,” ujar Todung terhadap wartawan, Kamis (28/3/2024).

Todung lantas mengingatkan peran-peran MK yang digunakan diadakan sejak berdiri pada 2003 lalu. Salah satunya ialah peran MK yang tersebut menguji undang-undang sebelum tahun 2003.

Menurut Todung, seharusnya MK tiada berwenang menguji undang-undang tersebut. Namun demikian, MK tetap memperlihatkan meluaskan kewenangannya demi konstitusi Indonesia.

“Jadi menurut saya mereka itu yang mana bukan teliti membaca itu, akan menganggap hal ini semata-mata terkait perolehan suara. Tapi sebetulnya tidak, TSM masuk ke pada kewenangan konstitusi,” jelas Todung.

Pada sidang kedua gugatan Pilpres 2024, KPU selaku termohon membacakan eksepsi. Dalam eksepsi KPU yang dimaksud dibacakan oleh Kuasa Hukum KPU, Hifdzil Alim menuturkan dalil Ganjar-Mahfud terkait adanya praktik nepotisme pada pelaksanaan Pilpres 2024 sesuai dengan definisi pelanggaran administratif pemilihan umum yang dimaksud terstruktur, sistematis, dan juga masif (TSM).

“Kesesuaian yang disebutkan setidak-tidaknya sama-sama menguak adanya perbuatan, adanya subyek yang tersebut melakukan, pengurus negara, aparat pemerintah, pengurus pemilu, adanya perencanaan yang digunakan matang, kemudian adanya perbuatan yang tersebut melawan hukum,” ujar Hifdzil pada Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2024).

Dia menegaskan bahwa perbuatan yang diduga nepotisme yang dimaksud harus ditangani oleh Bawaslu, bukanlah oleh Mahkamah Konstitusi (MK), sesuai dengan kewenangan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Related Articles

Back to top button