Bisnis

Pengaruh Konflik Iran-Israel ke RI, Rupiah Bisa Tembus Rp17.000 per Mata Uang Dollar

Suarasekadau.co.id – JAKARTA – Setelah mengejutkan dunia dengan serangan rudal juga drone ke Israel, Iran menyatakan bahwa pertempuran dengan negeri Zionis itu telah terjadi berakhir. Kendati demikian, Iran menegaskan akan membalas setiap provokasi lebih besar lanjut terhadap negara tersebut.

Terkait tensi geopolitik yang mana masih tinggi dalam Timur Tengah tersebut, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa serangan Iran ke negeri Israel punya empat dampak kritis ke sektor ekonomi Indonesia. Efek tersebut, jelas Bhima, dalam antaranya adalah lonjakan harga jual minyak mentah hingga tekanan terhadap rupiah yang tersebut mampu memurukkan nilai tukar hingga ke Rp17.000 per dolar Amerika Serikat (USD).

“Pertama, memicu lonjakan harga jual minyak mentah ke USD85,6 per barel atau meningkat 4,4% year on year,” kata Bhima ketika dikonfirmasi MNC Portal, Hari Minggu (14/4/2024).

Menurut Bhima, pengaruh terhadap harga jual minyak sangat wajar mengingat Iran adalah negara penghasil minyak ke 7 terbesar di area dunia. Konflik berkelanjutan atau pertempuran terbuka bisa saja mengganggu produksi serta distribusi minyak dari Negeri Mullah tersbeut.

“Harga minyak yang digunakan melonjak akan berimbas ke pelebaran subsidi energi hingga pelemahan kurs rupiah lebih banyak dalam,” kata Bhima.

Dampak kedua, lanjut dia, adalah keluarnya aliran penanaman modal asing dari negara berprogres sebab meningkatnya risiko geopolitik. “Investor mencari aset yang digunakan aman baik emas juga dolar Amerika Serikat sehingga rupiah dapat hanya melemah hingga Rp17.000 per USD,” ungkapnya.

Dampak ketiga, lanjut dia, kinerja ekspor Indonesia ke Timur Tengah, Afrika kemudian Eropa akan terganggu. Hal ini bisa saja menyebabkan peningkatan ekonomi melambat ke kisaran 4,6-4,8% tahun ini.

Dampak yang keempat, konflik yang dimaksud dapat mengakibatkan dorongan pemuaian lantaran naiknya biaya energi sehingga tekanan daya beli publik bisa jadi semakin besar.

“Rantai pasok global yang terganggu peperangan menghasilkan produsen harus cari komponen baku dari tempat lain, tentu biaya produksi yang mana naik akan diteruskan ke konsumen,” pungkas Bhima.

Related Articles

Back to top button